Jumat, 04 Juni 2010

Resensi dan Referensi

Karya Ilmiah :

PENGKAJIAN PEMUSATAN PENGEMBANGAN KOPERASI
BIDANG PEMBIAYAAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Krisis ekonomi nasional tahun 1997 masih menyisakan dampak negatif hingga kini, termasuk bagi UKM dan usaha mikro, yaitu menyebabkan antara lain : (1) turunnya daya beli konsumen, dikarenakan semakin berkurangnya/langkanya usaha-usaha yang dimiliki konsumen sebagai sumber pendanaan; (2) menurunnya kualitas produk-produk UKM dan usaha mikro sebagai akibat rendahnya kualitas SDM serta berkurangnya sumber-sumber pendanaan yang dimiliki pengusaha kecil dan menengah dan mikro. Salah satu permasalahan yang dihadapi pengusaha kecil menengah dan mikro dalam mengembangkan usahanya adalah kecilnya modal usaha yang dimiliki dan rendahnya kemampuan untuk mengakses ke lembaga keuangan, baik lembaga keuangan perbankan (BRI, BPR, dll) maupun lembaga keuangan non bank (KSP/USP Koperasi, penggadaian, lembaga keuangan non formal, dll). Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, sebagai upaya pengembangan UKM dan usaha mikro, maka pengembangan lembaga keuangan mikro seperti KSP/ USP Koperasi melalui pemberdayaan dan berbagai regulasi peraturan merupakan konsekuensi logis yang harus dilakukan, sehingga tercipta iklim kondusif yang memungkinkan kemudahan bagi para pengusaha UKM dan usaha mikro mampu mengakses atau memanfaatkan dana dan berbagai lembaga keuangan mikro tersebut.

*) Hasil Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama dengan Pengembangan Pengelolaan Wirausaha-Universitas Indonesia (BPPWI-UI) Tahun 2004 (diringkas oleh : Triyono dan Siti Aedah)


2. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

a. Identifikasi
Kegiatan ini memfokuskan pada pengembangan kerangka berfikir untuk mencari alternatif pengembangan koperasi dalam era otonomi daerah, dikaitkan dengan penyusunan model-model pemusatan pengembangan koperasi di bidang pembiayaan dilakukan terhadap beberapa potensi daerah yang dapat dilayani koperasi dibidang Pembiayaan, sentra-sentra produksi rakyat yang dapat dikembangkan dan analisis terhadap daya dukung SDM, modal, lembaga keuangan dan teknologi. Berbagai hambatan dan kebijakan pendorong diantisipasi untuk menjadi dukungan dalam menkonstruksi model alternatif yang dihasilkan. Model pemusatan alternatif merupakan solusi-solusi yang dipertimbangkan dan direkomendasikan dalam rangka membangun sistem pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan.

b. Batasan Penelitian
Pada prinsipnya, pengkajian dilakukan untuk memperoleh konstruksi model pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan secara nasional. Mengingat dinamika otonomi daerah yang terjadi dan berbagai kondisi masing-masing daerah mempunyai variabilitas dan heterogenitas dalam pengembangan koperasi, khususnya koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam pada koperasi-koperasi, maka modelmodel yang direkonstruksikan secara substantif mengungkapkan kekuatan dan kelemahan masing-masing.
c. Rumusan Masalah
Program-program pembantuan bagi permodalan koperasi dan usaha kecil dan menengah relatif telah banyak dilaksanakan melalui pengembangan sistem keuangan, baik yang berbasis sisi kultural seperti arisan, gotong royong maupun pembentukkannya diprakarsai pemerintah seperti kredit program, serta kebijaksanaan perbankan seperti Kredit Investasi Kecil (KIK). Dalam banyak hal, walaupun menunjukkan hasil-hasil yang relatif baik, akan tetapi belum dapat dikatakan optimal. Untuk itu, diperlukan pemikiran dan pertimbangan untuk membangun model-model kelembagaan keuangan dalam bentuk pemusatan pengembangan koperasi di bidang pembiayaan di daerah yang mencakup kepentingan baik anggota-anggotanya dan lembaga keuangan.
3. Tujuan dan Manfaat
1) Tujuan
Secara umum, kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan alternatif kebijakan dalam rangka pengembangan koperasi di bidang pembiayaan di tingkat Kabupaten/ Kota, sesuai dengan otonomi daerah yang berlangsung saat ini. Secara khusus tujuan kajian ini adalah : (1) menyusun model pemusatan pengembangan koperasi di bidang pembiayaan tingkat Kabupaten/Kota; (2) memberikan masukan kepada Pemda Kabupaten/Kota dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan perkoperasian.
2) Manfaat
Hasil penelitian ini diharpkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pimpinan dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan pemberdayaan Koperasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

1. Landasan Kebijakan
Usaha kecil dan menengah (UKM) dan usaha mikro merupakan sumber kegiatan perekonomian sebagian besar dari rakyat Indonesia baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan yang mencakup berbagai jenis lapangan usaha, baik pertanian, perdagangan, industri dan jasa-jasa. Data BPS tahun 2002 menunjukkan bahwa jumlah usaha kecil dan menengah di Indonesia berjumlah lebih dari 41 juta unit usaha atau mencapai 99,99% dari jumlah unit usaha di Indonesia dan telah mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 76 juta pekerja atau mencapai 99,46. Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka mendukung UKM dan pengembangan ekonomi lokal telah melaksanakan berbagai program antara lain program pengembangan sentra UKM dukungan MAP dan BDS, program pengembangan keuangan mikro melalui kompensasi subsidi BBM, serta program pengembangan di bidang peternakan, perkebunan dan sebagainya. Program-program tersebut merupakan stimulasi pembelanjaan bagi daerah, dan sisi lain sebagai upaya triggering bagi pengembangan economic and social capital di daerah melalui pengembangan ekonomi kerakyatan, yaitu koperasi dan UKM.

2. Kerangka Pemikiran
Pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan pada tingkat Kabupaten/ Kota pada dasarnya merupakan upaya mengkonstruksi model dalam rangka upaya dan layanan untuk mendukung pengembangan, pengendalian dan operasi KSP/USP pada tingkat Kabupaten/Kota pada suatu pusat agar diperoleh efektivitas dan efisiensi dalam pengembangan koperasi bidang pembiayaan. Pemusatan pengembangan koperasi diperlukan karena beberapa pertimbangan yang merupakan faktor penentu, antara lain :
(1) Kinerja KSP/USP sebagai koperasi sangat tergantung pada keberhasilannya dalam melaksanakan prinsip koperasi, yaitu kerjasama antar koperasi. Keberhasilan kerjasama antar koperasi memerlukan koordinasi, pendidikan dan pelatihan, pembagian kerja, dinamisasi, promosi dan kerjasama usaha yang dapat merupakan bagian dari fungsi daripada pemusatan pengembangan koperasi.
(2) KSP/USP sebagai lembaga keuangan memerlukan adanya fungsi pengawasan, pengembangan jaringan pelayanan dan pengembangan produk yang menjadi salah satu fungsi pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan.

III. METODE
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian meliputi 20 propinsi yaitu : Sumut, Jatim, Bali, Sulut, Sumbar, Sultra, Kalteng, Kaltim, Sumsel, Bengkulu, Riau, NTT, NTB, Babel, Sulsel, Kalbar, Sulteng, Jabar, Jateng, Kalsel.

2. Metode dan Analisis Pengkajian
Metode pengkajian berupa studi pustaka dan pengumpulan data primer maupun sekunder yang berkaitan dengan potensi daerah yang dapat ditangani koperasi, sentrasentra produksi rakyat yang dapat dikembangkan, ketersediaan lembaga keuangan, lembaga-lembaga pendukung pengembangan KSP/USP dan perkembangan KSP/USP, serta model-model pemusatan koperasi di masing-masing Kabupaten/Kota. Kerangka pemikirannya dapat digambarkan sebagai berikut :
Faktor Pendukung (Driving Forces) Peran KSP/USP dalam Pemusatan Pengembangan Bidang Pembiayaan Kinerja KSP/USP sebagai Lembaga Keuangan Kinerja KSP/USP sebagai Koperasi Faktor Penghambat (Restraining Forces)
MODEL PEMUSATAN
KOPERASI PEMBIAYAAN
Analisis pengkajian dilakukan dengan beberapa cara, baik melalui induksi data, deduksi berdasarkan teori-teori yang relevan, maupun dengan validasi experties. Dengan demikian, analisis pengkajian lebih bersifat pendalaman berpikir kualitatif sesuai dengan keperluan untuk merumuskan model-model yang dipandang optimal bagi pengembangan
pemusatan koperasi di bidang pembiayaan. Perumusan model meliputi beberapa substansi pokok dan penting sebagai solusi pengkajian yaitu : (1) perumusan pemusatan kegiatan di bidang jasa keuangan, (2) perumusan pemusatan kegiatan di bidang jasa non keuangan, dan (3) kelembagaan pemusatannya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kasus Kelompok Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
Sampai dengan bulan Juni 2004 jumlah KSP/USP di Kabupaten Pati sebanyak75 unit dengan anggota 59.160 orang. Dua puluh tujuh unit diantaranya termasuk dalam klasifikasi unit papan atas, 11 unit papan tengah dan 37 unit papan bawah. Bhakti Group adalah kumpulan dari beberapa koperasi yang menghimpun dirinya menjadi kelompok dengan tujuan memudahkan pengaturan likuiditas dana yang dikelola oleh masing-masing koperasi anggotanya. Bhakti Group dipimpin oleh Bapak Abdurahman Saleh dan 7 orang rekannya dalam 24 tahun berkembang dan berhasil menghimpun aset sebesar Rp. 126 milyar, sedangkan anggota yang berhasil dihimpun 143.674 orang dengan karyawan 5.000 karyawan tetap.
Adapun beberapa kiat yang dijalankan manajemen Bhakti Group untuk mencapai keberhasilannya adalah :
1. Komitmen yang kuat di tingkat top manajemen untuk membangun sebuah koperasi sesuai dengan hakekat utamanya yaitu dari anggota untuk anggota, membangun koperasi yang dilandasi dengan kejujuran dan kemajuan bersama,
baik anggota maupun pengurus.
2. Sistem prekrutan tenaga kerja dilakukan secara terpusat dan ketat baik ditinjau dari kemampuan teknis maupun non teknis.
3. Prestasi karyawan dihargai dengan baik, dimana manajemen menganut falsafah pengurus/karyawan tidak boleh miskin tapi juga tidak boleh kaya.
4. Untuk menghindari benih kecurangan, maka setiap periode tertentu diadakan rotasi antar cabang bagi karyawan, setiap karyawan baru akan disumpah untuk mau bekerja dengan jujur, jika ditemukan kecurangan, manajemen tidak akan segan-segan memecat bahkan kasusnya diajukan ke pengadilan.
5. Untuk mencegah pindahnya anggota, maka tiap anggota tidak boleh keluar masuk seenaknya. Anggota hanya diperbolehkan keluar satu kali.
6. Dana yang dikelola secara profesional sehingga anggota dapat mengambil
kapan saja.
7. Manajemen menganut falsafah mudah, cepat dan meriah, Mudah dalam arti prosedur menabung maupun meminjam dilakukan dengan semudah mungkin, bahkan dengan sistem jemput bola. Cepat dalam arti proses administrasi
iusahakan tidak bertele-tele. Meriah dalam arti jumlah tabungan pada kisaran kecil sampai menengah.
2. Kasus KSP BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) di Kabupaten Pekalongan
Di Kabupaten Pekalongan terdapat koperasi yang layak dinyatakan berhasil dalam bidang KSP, bahkan telah melebarkan sayapnya ke daerah lain. Koperasi Simpan Pinjam tersebut berbentuk Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM). Didirikan tanggal 5 Januari 1996 dengan modal awal sebesar Rp. 25 juta, kelembagaan awalnya berbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di bawah Yayasan Binaan Baitul Maal Muhammdiyah (YBBMM) sebagai partisipan Proyek Hubungan Bank Indonesia dan Kelompok Swadaya masyarakat (PHBK). Dengan adanya UU Nomor 29 tahun 1999 yang antara lain mengahapus PHBK, maka kelembagaannya berubah menjadi Badan Hukum Koperasi, tepatnya Koperasi Simpan Pinjam dan dikelola dengan menggunakan sistem syariah yang berbasis pada prinsip bagi hasil. Pendirian BTM Wiradesa ini dilatarbelakangi oleh terbatasnya akses permodalan bagi usaha mikro di Kabupaten
Pekalongan. Sampai dengan September 2004, dana masyarakat yang berhasil mencapai Rp. 2 milyar lebih dengan total aset Rp. 3 milyar lebih, sedangkan jumlah pinjaman yang diberikan pada periode yang sama sebesar Rp. 2,5 milyar lebih. Untuk mempermudah pengelolaan dana dan sebagai penyangga likuiditas, maka dari beberapa BTM membentuk koperasi sekunder berupa berupa Pusat KSP BTM Wiradesa. Untuk menghindari perebutan nasabah (anggota) maka ada klasifikasi ukuran pinjaman. Untuk pinjaman sampai dengan 30 juta hanya dapat dilayani di koperasi primer dan Rp. 30 Juta ke atas dilayani di koperasi sekunder. Sistem peminjaman dana dari koperasi sekunder ke koperasi primer ada dua yaitu : sistem channeling dan sistem sindikasi. Perbedaannya adalah sistem channeling 100% dana pinjaman berasal dari koperasi sekunder dengan bagi hasil 20% bagi hasil keuntungan untuk koperasi primer dan 80% untuk koperasi sekunder, sedangkan sistem sindikasi dana pinjaman tidak 100% dari koperasi sekunder, namun terbagi antara koperasi sekunder dan koperasi primer dengan proporsi pinjaman tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembagian keuntungan diberikan sesuai dengan besarnya proporsi jumlah pinjaman .
3. Kasus Pemusatan Kerjasama Koppontren Al-Ishlah dengan Bank di Kabupaten Cirebon
USP Swamitra adalah lembaga keuangan mikro yang didirikan atas kerjasama saling menguntungkan antara Bank Bukopin dengan koperasi untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah. Melalui kerjasama ini USP atau KSP dapat beroperasi secara modern dengan memanfaatkan jaringan teknologi dan dukungan sistem manajemen yang telah dikembangkan oleh Bank Bukopin. Swamitra Al-Ishlah dibentuk pada Desember 1998 sebagai hasil kerjasama antara Koppontren Al-Ishlah dengan Bank Bukopin Cabang Cirebon. Swamitra Al-Ishlah berada di desa Dukupuntang, Bobos, Cirebon dan melayani nasabah-nasabah di wilayah Palimanan, Sumber hingga Rajagaluh yang radiusnya sekitar 17 km dari pusat kegiatan di Pasar Kramat, Bobos. Kemudian pada pertengan 1999, Swamitra Al-Ishlah resmi beroperasi. Pada saat itu dana yang disalurkan untuk Kredit Koperasi Kepada Anggota (KPPA) sebesar Rp. 350 juta. Pinjaman tersebut berjangka satu tahun dan berbunga 16% setahun dan harus disalurkan kepada anggota koperasi tanpa bunga. Sebagai penyalur, Swamitra Al-Ishlah juga tidak mengenakan bunga, tetapi menarik biaya sebesar 3% yang dipungut saat pencairan kredit. Sumber dana Swamitra A-Ishlah yang lain adalah modal tidak tetap dari Bank Bukopin dengan alokasi sebesar Rp. 500 juta. Sumber dana yang lainnya adalah simpanan masyarakat yang jumlahnya dalam tahun pertama saja melebihi alokasi dari Bank Bukopin. Ini menunjukkan keberhasilan Swamitra Al-Ishlah dalam menggalang dana masyarakat. Keberhasilan ini berkat kerjasama antara pengelola Swamitra, pengurus Koppontren dan Bank Bukopin dalam mempromosikan Swamitra di Majlis Taklim.
4. Alternatif Model Pemusatan
Dengan memperhatikan perkembangan koperasi di lapangan, model kelembagaan pemusatan koperasi dapat berupa kerjasama antar koperasi primer dengan pola waralaba (franchising), koperasi sekunder, kerjasama koperasi sekunder dengan bank, kerjasama koperasi primer dengan bank dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
1) Model Kerjasama antar Koperasi Primer dengan Pola Waralaba
Model pengembangan koperasi seperti yang terjadi pada kelompok Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati merupakan suatu pola kerjasama antar koperasi primer. Walaupun merupakan suatu pola kerjasama yang menjadikan kelompok koperasi bhakti dikembangkan dan dikelola secara tertib dan terkoordinasi, namun antar koperasi dalam kelompok koperasi bhakti tidak memiliki kontrak kerjasama secara eksplisit. Koordinasi pengelolaan dan pengembangan terjadi berkat adanya standarisasi dan sinkronisasi pengelolaan dan bahkan terdapat suatu kesatuan komando dalam pengelolaan dan pengembangan koperasi. Potensi keunggulan model kerjasama antar Koperasi seperti Kelompok Koperasi Bhakti sebagai suatu pola atau kelembagaan pemusatan pengembangan pembiayaan antara lain sebagai berikut :
(1) Standarisasi dan sinkronisasi dapat lebih mudah dilakukan dengan standarisasi karyawan dan standarisasi sistem dan prosedur, serta sinkronisasi atau kesatuan komando manajemen.
(2) Pengembangan koperasi baru relatif lebih mudah dilakukan dengan adanya karyawan terlatih yang siap ditugaskan pada koperasi baru.
(3) Dengan karyawan yang terlatih dan aktif jemput bola maka memungkinkan penetrasi perluasan anggota yang berarti perluasan pasar dan peningkatan pangsa pasar.
(4) Walaupun antar Koperasi Bhakti terdapat standarisasi dan sinkronisasi manajemen, masing-masing koperasi sepenuhnya dimiliki oleh anggotanya yang sebagian besar berada pada sekitar koperasi berada.
(5) Keterbatasan Bhakti menganut keanggotaan secara terbuka dan sukarela sehingga memungkinkan loyalitas anggota secara alami dan berkelanjutan serta sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip koperasi.
(6) Mengingat memiliki catatan kinerja baik (track record) yang cukup panjang dan memiliki brand name yang cukup dikenal, pola koperasi bhakti memiliki peluang sebagai suatu sistem waralaba manajemen koperasi simpan pinjam yang dapat diaplikasikan pada pengembangan koperasi simpan pinjam.
2) Model Koperasi Sekunder
Dengan pola koperasi sekunder pada dasarnya seluruh kegiatan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan koperasi primer dilakukan oleh koperasi sekunder secara berjenjang dari tingkat daerah, wilayah, nasional dan internasional. Fungsifungsi kegiatan pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan meliputi bidang keuangan yang terdiri atas penghimpunan dan penyaluran dana melalui silang pinjam (interlanding) dan pengelolaan resiko maupun bidang non jasa keuangan yang terdiri atas konsultasi manajemen simpan pinjam, pendidikan dan pelatihan, akuntansi dan audit, pengadaan sarana usaha dan audit. Keungulan koperasi sekunder sebagai model pemusatan pengembangan koperasi adalah :
(1) Struktur dan sistemnya telah tersedia, baik secara lokal, nasional maupun internasional sehingga tinggal masalah penerapan.
(2) Penerapan koperasi sekunder sebagai model pemusatan lebih menjamin penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sehingga lebih menjamin terwujudnya cita-cita koperasi yaitu peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi anggota koperasi.
3) Model Bank Perkreditan Rakyat Pemusatan pengembangan koperasi dengan model Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) terutama dimaksudkan agar memiliki kemampuan atau keleluasaan yang lebih besar dalam penghimpunan dana masyarakat dan sekaligus keleluasaan dalam penyaluran dana. Dengan bentuk BPR, sebagai bank, memiliki kewenangan untuk menghimpun dana ke masyarakat, tidak hanya kepada anggotanya. Keunggulan BPR sebagai model pemusatan pengembangan koperasi antara lain adalah :
(1) Memiliki kepercayaaan kemampuan yang efektif dan dalam menghimpun dana baik dana dari masyarakat, maupun dana dari lembaga keuangan sebagai konsekuensi bentuknya berupa bank.
(2) Merupakan sarana yang legal dan sehat untuk menyalurkan dana kepada masyarakat, terutama apabila koperasi anggota atau pemegang saham dalam keadaan kelebihan dana.
(3) BPR yang harus mengikuti ketentuan perbankan yang ketat dapat menjadi referensi yang baik dalam mengembangkan tata kelola yang baik (good corporate governance) bagi koperasi yang dikembangkan.
4) Model Kerjasama Koperasi Sekunder dangan Bank
Model kerjasama koperasi sekunder dengan bank umum adalah sebagaimana yang terjadi pada koperasi-koperasi di lingkungan pegawai negeri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan Bank Kesejahteraan Ekonomi. Dalam hal ini induk-induk koperasi tersebut sperti KPRI, Inkopad, Inkopau, Inkopal, dan Inkopol mengadakan kerjasama dalam penyaluran dana dari Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk anggota-anggota koperasi. Keunggulan model ini adalah :
(1) Ketersediaan dana yang diperlukan oleh anggota koperasi dari Bank Kesejahteraan Ekonomi.
(2) Kemampuan penghimpunan dana masyarakat maupun dana dari lembaga keuangan lain melalui Bank Kesejahteraan Ekonomi.
5) Model Kerjasama Koperasi Primer dengan Bank Pola Swamitra Kerjasama koperasi primer dengan bank Bukopin dalam bentuk pola Swamitra merupakan model pemusatan kegiatan pengembangan koperasi dengan kerjasama koperasi primer dengan bank. Dengan pola ini, Bukopin menyediakan sistem dan aplikasi manajemen simpan pinjam koperasi, termasuk pengadaan dan pelatihan sumberdaya manusia, aplikasi teknologi informasi, sistem manajemen operasi simpan pinjam, pendampingan dan supervisi simpan pinjam dan standarisasi produk simpanan
dan pinjaman, serta cadangan likuiditas koperasi simpan pinjam. Keunggulan pemusatan pengembangan koperasi dengan model kerjasama antar koperasi primer dan bank pola Swamitra, antara lain :
(1) Terdapat paket dukungan pengembangan KSP/USP secara lengkap sehingga memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.
(2) Terdapat sistem supervisi dan pengendalian secara seketika (on line) oleh bank.
(3) Terdapat jaminan cadangan likuiditas yang disediakan secara bertingkat, baikdi koperasi maupun di bank.
(4) Terdapat standarisasi sistem dan produk sehingga lebih memungkinkan dikembangkan jaringan kerjasama.
(5) Memiliki kredibilitas yang tinggi dalam penghimpunan dana berkat dukungan citra bank pendukungnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
(1) Sentra-sentra usaha yang dipandang perlu sebagai sentra usaha unggulan adalah berupa sentra usaha yang bergerak di bidang pertanian, industri makanan dan minuman, industri kerajinan, industri kerajinan tekstil dan konveksi rakyat. Sebagian dari pengusaha dalam sentra tersebut berupa usaha mikro, yang memiliki kesamaan bahan baku atau teknologi dan tidak melakukan kegiatan pemasaran bersama atau pengadaan bahan baku bersama.

(2) Kebutuhan pembiayaan usaha dalam sentra pada dasarnya lebih tepat dipenuhi oleh lembaga keuangan mikro seperti koperasi simpan pinjam, karena kebutuhan dana berskala kecil dan sendiri-sendiri.

(3) Kegiatan pemusatan pengembangan koperasi dalam bidang pembiayaan meliputi jasa keuangan dan jasa non keuangan meliputi konsultasi manajemen simpan pinjam, pendidikan dan pelatihan, akuntansi dan audit, pengadaan
sarana usaha dan advokasi.

(4) Alternatif model pemusatan pengembangan koperasi bidang pembiayaan pada tingkat Kabupaten/Kota adalah :
(a) kerjasama antar koperasi dengan pola waralaba,
(b) koperasi sekunder,
(c) kerjasama koperasi sekunder dengan
bank,
(d) Bank Perkreditan Rakyat,
(e) kerjasama koperasi primer dan bank dengan pola Swamitra.

2. Saran
Model pemusatan pengembangan koperasi di suatu Kabupaten/Kota tidak harus dalam bentuk satu model, dapat terdiri atas dua model tersebut diatas dengan maksud agar dapat mempertahankan ciri masing-masing keunggulannya.

DAFTAR PUSTAKA
______, 2003. Ekonomi Kerakyatan dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta.
Arief, Sirtua, 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia : Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi. CPSM, Bandung.
Arifin, B. 2004. Menterjemahkan Keberpihakan terhadap Sektor Pertanian : Suatu Telaah Ekonomi Politik. Dalam : Rudi Wibowo dkk (Ed)., Rekonstruksi dan Restrukturisasi Pertanian. PERHEPI. Jakarta.
INFOKOP. 2002. Koperasi Menuju Otonomisasi. Jakarta.
Korten, David C., 1980. Community Organization and Rural Development : A Learning Process Approach. Dalam Public Administration Review, No.40.
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2002. Kemiskinan Tanggung Jawab Siapa?.
Jakarta.
Krisnamurthi, B., 2003. Analisis Grand Strategy Pembangunan Pertanian : Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis dan Implementasi Pembangunan Pertanian. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Evaluasi Kinerja
Pembangunan Pertanian. Jakarta.
Prijadi, dkk. 2002. Pengembangan KSP dan USP Koperasi sebagai Lembaga Keuangan. Yayasan Studi Perkotaan. Jakarta.
Soetrisno, N. 2003. Menuju Pembangunan Ekonomi Berkeadilan Sosial. STEKPI. Jakarta.
Wibowo, R. 1999. Refleksi Teori Ekonomi Klasik dalam Manajemen Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian pada Milenium Ketiga. Dalam Refleksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.


RESENSI DAN REFERENSI KARYA ILMIAH DI ATAS:
RESENSI
Jurnal pengkajian koperasi dan UKM tahun 2002 yang berjudul “ PENGKAJIAN PEMUSATAN PENGEMBANGAN KOPERASI BIDANG PEMBIAYAAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA “ yang merupakan Hasil Kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK bekerjasama dengan Pengembangan Pengelolaan Wirausaha-Universitas Indonesia (BPPWI-UI) Tahun 2004 (diringkas oleh : Triyono dan Siti Aedah) yang melekukan penelitian di 20 propinsi yaitu : Sumut, Jatim, Bali, Sulut, Sumbar, Sultra, Kalteng, Kaltim, Sumsel, Bengkulu, Riau, NTT, NTB, Babel, Sulsel, Kalbar, Sulteng, Jabar, Jateng dan Kalsel.
Penelitian ini dilakukan dengan menilai beberapa kasus yang ada saat ini, antara lain : 1). Kasus Kelompok Koperasi Bhakti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah; 2). Kasus KSP BTM (Baitul Tamwil Muhammadiyah) di Kabupaten Pekalongan; 3). Kasus Pemusatan Kerjasama Koppontren Al-Ishlah dengan Bank di Kabupaten Cirebon
Dengan memperhatikan perkembangan koperasi di lapangan, model kelembagaan
pemusatan koperasi dapat berupa kerjasama antar koperasi primer dengan pola waralaba
(franchising), koperasi sekunder, kerjasama koperasi sekunder dengan bank, kerjasama
koperasi primer dengan bank dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Setiap koperasi mempunyai kerjasama yang berbeda – beda, dalam kajian ini di beberapa koperasi menggunakan model kerjasama :
1) Model Kerjasama antar Koperasi Primer dengan Pola Waralaba
2) Model Koperasi Sekunder
3) Model Bank Perkreditan Rakyat
4) Model Kerjasama Koperasi Sekunder dangan Bank
5) Model Kerjasama Koperasi Primer dengan Bank Pola Swamitra
REFERENSI
______. 2003. Ekonomi Kerakyatan dalam Kancah Globalisasi. Kantor Kementerian
Koperasi dan UKM, Jakarta.
Arief, Sirtua. 1997. Pembangunan dan Ekonomi Indonesia : Pemberdayaan Rakyat
dalam Arus Globalisasi. CPSM, Bandung.
Arifin, B. 2004. Menterjemahkan Keberpihakan terhadap Sektor Pertanian : Suatu
Telaah Ekonomi Politik. Dalam : Rudi Wibowo dkk (Ed)., Rekonstruksi dan
Restrukturisasi Pertanian. PERHEPI, Jakarta.
INFOKOP. 2002. Koperasi Menuju Otonomisasi, Jakarta.
Korten, David C. 1980. Community Organization and Rural Development : A Learning Process Approach. Dalam Public Administration Review.
Komite Penanggulangan Kemiskinan. 2002. Kemiskinan Tanggung Jawab Siapa?, Jakarta.
Krisnamurthi, B. 2003. Analisis Grand Strategy Pembangunan Pertanian :
Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis dan Implementasi Pembangunan
Pertanian. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Evaluasi Kinerja
Pembangunan Pertanian, Jakarta.
Prijadi, dkk. 2002. Pengembangan KSP dan USP Koperasi sebagai Lembaga Keuangan. Yayasan Studi Perkotaan, Jakarta.
Soetrisno, N. 2003, Menuju Pembangunan Ekonomi Berkeadilan Sosial. STEKPI, Jakarta.
Wibowo, R. 1999. Refleksi Teori Ekonomi Klasik dalam Manajemen Pemanfaatan
Sumberdaya Pertanian pada Milenium Ketiga. Dalam Refleksi Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Rabu, 02 Juni 2010

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Pengertian Sengketa

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :

Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya

Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.

3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.

Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)

Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation

Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).

Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling mennjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.


b). Sistem Minitrial

Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
c). Sistem Concilition

Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.

Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.

Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.

Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication

Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.


Secara harafiah, pengertian "ajuddication" adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.

Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase

Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.

Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).

Antimonopoli dan Persaingan Usaha

A. Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan

– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.

D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No.8 thn 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
A. Kepentingan-kepentingan konsumen
Dalam bab IV (pelita keenam), kebijakan pembangunan lima tahun keenam cukup banyak menyuarakan kepentingan yang ada kaitannya dengan konsumen, misalnya berikut ini :
1. Menghasilkan barang yang bermutu , peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan .
2. Peningkatan kualitas dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan .
3. Persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi dengan lingkungan .
4. Perbaikan gizi masyarakat, meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan hidup .
5. Terjangkau oleh daya beli masyarakat luas .
B. Hak-hak dan kewajiban konsumen
Konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh produsen atau pelaku usaha, hak-hak tersebut sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang .
2. Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan barang atau jasa .
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi serta jaminan barang atau jasa .
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakannya .
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut .



Dipihak lain, konsumen juga dibebankan dengan kewajiban atau tanggung jawab terhadap pihak penjual tau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa, demi keamanan dan keselamatan konsumen .
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa .
3. Membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati bersama .
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut .

C. Hak dan kewajiban pelaku usaha
Daam UU No.8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pelaku usaha . Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengn kesepakatan .
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan konsumen yang tidah beritika dbaik .
3. Hak untuk pemulihan nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperjualbelikan .
4. Hak untuk melakukan pembelaan diri dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen .
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan lainnya .
Kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen berupa pemenuhan kewajiban berikut ini :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya .
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa .
3. Melayani konsumen secara tidak diskriminasi .
4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku .
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang tertentu serta memberikan jaminan atau garansi barang yang diperdagangkan .
6. Memberi kompensasi ganti rugi apabila baran dn jasa yang diterim tidak sesuai denga perjanjian.


D. Tahapan transaksi konsumen
Melihat dari butir-butir hak dan kewajiban konsumen maupun pengusaha, terdapat beberapa tahapan transaksi antara produsen dan konsumen yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Pratransaksi Konsumen
2. Tahap Transaksi Konsumen
3. Tahap Purnatransaksi Konsumen
E. Asas-asas perlindungan konsumen
Pengaturan mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen dirumuskan dalam pasal 2, yang berbunyi : “perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta partisipasi hukum. Apabila mencermati asas-asas tersebut tanpa melihat memori penjelasan UU No.8 Tahun 1999 dirasakan tidak lengkap. Penjelasasn tersebut menegaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat
2. Asas keadilan
3. Asas keseimbangan
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
5. Asas kepastian hukum




F. Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen
Menurut A.Z. Nasution definisi hukum konsumen ialah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen didalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan konsumen ialah bagian dari hukum konsumen yang mengatur asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Lebih jauh, pengertian perlindungan konsumen dapat kita jumpai dalam pasal 1 butir 1 UU No. 8 Tahun 1999, yang merumuskan perlinungan konsumen ialah segala upaya yang menjamin danya kepastin hukum untuk member perlindungan kepada konsumen.
G. Perlindungan konsumen di luar UU No.8 tahun 1999
Sesungguhnya UU No. 8 Tahun 1990 bukanlah satu-satunya undang-undang yang melindungi kepentinagn konsumen, walaupun memeang undang-undang itu dibuat untuk melindungi konsumen, namun sesungguhnya pelaku usahapun dapat mengambil manfaat positif karena adanya kepastian hukum, dimana hak dan kewajiban konsumen maupun pelaku usaha terakomodasi dalam undang-undang tersebut secara jelas.
H. Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa
Sesuai dengan resolusi 2111(LX111) tentang perlindungan konsumen dan hasil sidang ke 63 Ecosoc pada tahun 1977, Resolusi tentang perlindungan konsumen (Res.PBB No. 39/248)
1. Perbuatan-perbuatan yang tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan.
2. Praktik perdagangan yang merugikan konsumen.
3. Pertanggungjawaban produsen yang tidak jelas.
4. Persaingan tidak seaht, sehingga pilihan konsumen dipersempit dan dengan harga yang menjadi tidak murah.
5. Tidak tersedianya suku cadang dan pelayanan purnajurnal.
6. Kontrak baku sepihak dan penghilangan hak-hk esensial dari konsumen.
7. Persyaratan kredit yang tidak adil.


I. Hukum perlindungan konsumen di beberapa Negara
Amerika Serikat telah memberikan spirit terhadap perlindungan konsumen. Sebagaiman ditegaskan oleh Presiden J.F Kenendy pada tahun 1962 di depan siding kongres, bahwa konsumen memiliki 4 hak dasar, yaitu :
1. Hak untuk memilih
2. Hak atas informasi
3. Hak atas keselmatan
4. Hak untuk didengar
Ada 3 undang-undang antitrust federal di Amerika, yaitu :
1. Sherman Act
2. The Clayton Act
3. Federal Trade Commision Act

J. Periode untuk memutuskan
Dinegara maju seperti AS , Eropa, Australia, Inggris, serta Belanda teah mengatur perlindungan konsumen terhadap sales penjualan door to door . Pemerintah memnetapkan penagturan bahwa konsumen diberi tenggang waktu untuk berfikir, menimbang-nimbang apakah akan membeli atau tidak terhadap tawaran suatu barang atau jasa .

Hak Kekayaan Intelektual

Pengertian Hak Kekayaan intelektual.

Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapatkan perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual berdasarkan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa.

Prinsip – prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip ekonomi.
Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

1. Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

2. Prinsip kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia

3. . Prinsip social.
Prinsip social ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industry (industrial property right)
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi
a. Paten
b. Merek
c. Varietas tanaman
d. Rahasia dagang
e. Desain industry
f. Desain tata letak sirkuit terpadu
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Hak Cipta.
Pengertian Hak Cipta.
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama – sama yang atas inspirasinya melahirkan ciptaannya berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkann ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Oleh karena itu, ciptaan merupakan hasil setiap karya pencipta yang menunjukan keaslianya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra.
Fungsi dan sifat Hak Cipta.
Berdasarkan Pasal 2 Undang –Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang – undangan yang berlaku.
Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat.


Ciptaan yang dilindungi.
Dalam undang – undang ini, ciptaan yang dilindungi adlah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:
a. Buku, program, dan semua hasil karya tulid lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan da ilmu pengetahuan.
d. Lagu atau music dengan atau tanpa teks.
e. Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.

Sementara itu, yang tidak ada hak cipta meliputi
a. Hasil rapat terbuka lembaga – lembaga Negara.
b. Peraturan perundang – undangan.
c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
d. Putusan pengadilan atau penetapan haki atau,
e. Keputusan badan arbitase atau keputusan badan – badan sejenis lainnya.
Masa berlaku hak cipta.
Dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur masa / jangka waktu untuk suatu ciptaan. Dengan demikian, jangka waktu tergantung dari jenis ciptaan.
1. Hak cipta atas suatu ciptaan berlaku selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meniggal dunia. Ciptaan yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta yang hidup terlama meniggal, antara lain:
a. Buku, pamphlet, dan semua hasil karya tulis lainnya,
b. Lagu atau music dengan atau tanpa teks,
c. Drama atau drama musical, tari, koreografi,
d. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung,
e. Arsitektur,

2. Hak atas ciptaan dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan, antara lain:
a. Program computer,
b. Senimatografi,
c. Fotografi,
d. Database, dan
e. Karya hasil pengalihan wujud.

3. Untuk perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
4. Untuk ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya dan peninggalan sejarah prasejarah benda budaya nasional dipegang oleh Negara, jangka waktu berlaku tanpa batas waktu.
5. Untuk ciptaan yang belum diterbitkan dipegang leh Negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagi pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahui pencipta dan penerbitnya dipegang oleh Negara dan jangka waktu selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui secara umum.
Pendaftaran Ciptaan.
Pendaftaran tidak merupakan kewajibanya untuk mendapatkan hak cipta sehingga dalam daftar umum pendaftaran ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang terdaftar.
Sementara itu, pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta atau kuasa kepada Direktoral Jendral Hak Cipta, Paten, dan Hak Merek Departemen Kehakiman dan HAM.
Lisensi.
Pemagang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdsarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum selama jangka waktu lisensi dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, setiap perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktoral Jendral Hak Cipta.
Penyelesaian sengketa.
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.
Namun, apabila putusan pengadilan niaga tidak memberikan hasil yang baik maka dapat diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pelanggaran terhadap hak cipta.
Pelanggaran terhadap hak cipta telah diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Undang –undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh Negara untuk dimusnahkan.
Pengertian Hak Paten.
Dalam pasal 1 butir 1 Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tetang Paten. Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan.
Lingkup Paten.
Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah nventif serta dapat diterapkan dalam industry.
Namun, suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dan harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat pertama kali diajukan permohonan.
Dengan demikian, invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Oleh karena itu, suatu invensi dapat diterapkan dalam industry jika invensi dapat dilaksanakan dalam industry sesuai dengan apa yang diuraikan dalam permohonan.
Setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk paten sederhana.

Sementara itu, paten yang tidak diberikan untuk invensi meliputi sebagai berikut :
1. Proses atau produk, pengumuman, penggunaan atau pelaksanaannya bertentanagan dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.
2. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang ditetapkan terhadap manusia / hewan.
3. Teori yang metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika, atau
a. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik,
b. Proses biologi yang esesial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau mikrobiologis.
Jangka Waktu Paten
Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang, sedangkan untuk Paten sederhana diberikan jangka waktu 10 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tidak dapat diperpanjang. Oleh karena itu, tanggal dimulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan.



Permohonan Paten
Sementara itu, Paten diberikan atas dasar permohonan. Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi.
Namun, permohonan dapat berubah dari paten menjadi paten sederhana. Sebaliknya, perubahan ini dilakukan oleh pemohon dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam perundang-undangan.

Pengalihan Paten
Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang paten, patendapat beralih atau dialihkan baik seluruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Setiap segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan di Direktorat Jenderal pengalihan paten yang tidak sesuai dengan di atas tidak sah dan batal demi hukum.

Lisensi Paten
Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum sebagaimana di perjanjikan; berlangsung untuk jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Namun, perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dan dikenakan biaya. Sementara itu, pelaksanakan lisensi wajib disertai pembayaran royalty oleh penerima lisensi kepada pemegang paten, besarnya royalti yang harus dibayarkan ditetapkan oleh direktorat jenderal.
Paten Sederhana
Paten sederhana hanya diberikan untuk satu invensi, dicatat, dan diumumkan di Direktorat Jenderal sebagai bukti hak kepada pemegang hak sederhana diberiakn sertifikat paten sederhana. Selain itu, paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi wajib.
Penyelesaian Sengketa
Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga tehadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan perundang-undangan ini.
Namun, jika dalam keputusan pengadilan niaga tidak memberikan kepastian para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa.

Pelanggaran Terhadap Hak Paten
Pelanggaran terhadap Hak Paten merupakan tindakan delik aduan, seperti diatur dalam pasal 130 sampai dengan pasal 135 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh Negara untuk dimusnahkan.

Hak Merek
Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakanya.
Jenis-Jenis Merek
Jenis-jenis merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.
1. Merek Dagang
Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif
Merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau hal sejenis lainnya.

Merek yang Tidak Dapat Didaftar


1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
2. Tidak memiliki daya pembeda;
3. Telah menjadi milik umum; atau
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.

Merek Yang Ditolak
Permohonan merek yang ditolak oleh Direktorat Jenderal Merek, antara lain
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pikah lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhanya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal,
4. Serupa atau mempunyai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
5. Merupakan tiruan atau mempunyai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, symbol, emblem Negara, lambang nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
Pendaftaran Merek
Setiap permohonan merek diajukan kepada Direktorat Jenderal Merek Departemen Kehakiman dan HAM dan setiap permohonan yang telah disetujui akan memperoleh sertifikat merek yang terdaftar dalam daftar umum merek.
Jangka Waktu
Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu perlindungan dapat diperpanjang dengan jangka waktu yang sama.
Peralihan Hak Merek Terdaftar
Hak merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, setiap pengalihan hak atas merek wajib dimohonkan pencatatnya di Direktorat Jenderal Merek uantuk dicatat dalam daftar umum merek.
lisensi
Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihyak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Sementara itu, perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal Merek.
Merek Kolektif
Permohonan pendaftaran merek dagang atau merek jasa sebagai merek kolektif hanya dapat diterima apabila dalam permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif.
penggunaan merek kolektif harus memenuhi persyaratan, antara lain:
a. Sifat, ciri umum, mutu barang, atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan;
b. Peraturan baik pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut;
c. Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan merek kolektif. Sementara itu, merek kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain.
Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran merek
Penghapusan pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan atas prakasa Direktorat Jenderal berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan.
Penghapusan pendaftaran merek atas prakasa Direktorat Jenderal dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal.
b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termaksud pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang terdaftar.
Penyelesaian Sengketa
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau seluruhnya untuk barang atau jasa yang sejenis, berupa
a. Gugatan ganti rugi, dan/atau
b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana diatas maka para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Sanksi
Setiap tindakan pidana terhadap merek merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana kurungan/penjara dan denda.



Perlindungan Varietas Tanaman
Pengertian
Dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, perlindungan varietas tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara.
Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan kepada Negara kepada pemulia dan/ atau pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan selama waktu tertentu.

Varietas Tanaman yang Dapat Diberi Perlindungan
Varietas tanaman yang diberi perlindungan adalah dari jenis spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama.
Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT.
Dalam pasal 4 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas tanaman, jangka waktu PVT dihitung sejak tanggan pemberian hak PVT meliputi tahun 20 untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
Subjek Perkindungan Varietas Tanaman
Pemegang hak PVT adalah pemula atau orang atau badan hokum atau pihak laini yang menerima lebih lanjut hak PVT sebelumnya.
Penulis tanaman adalah orang yang melaksanakan pemuliaan tanaman.
Jika suatu varietas di hasilkan berdasarkan perjanjian kerja maka pihak yang member pekerjaan itu adalah pemegang hak PVT, kecuali di perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemuliaan.
Apabila suatu varietas dihasilkan berdasarkan pesanan maka pihak yang member pesanan itu menjadi pemegang hak PVT, kecuali di perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pemuliaan.
Pemegang hak PVT memilikihak untuk menggunakandan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hokum lain untuk menggunakan varietas berupa banih dan hasil panen yang digunakan untuk propagasi (diperbanyakkan), hal ini berlaku juga untuk:
a. varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dillindungi atau varietas yang telah terdaftar dan di beri nama.
b. varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi.
c. varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilindungi.
Dengan demikian, hak untuk menggunakan varietas dapat meliputi:
a. memproduksi atau memperbanyak benih
b. menyiapkan untuk tujuan propagasi.
c. mngiklankan, menawarkan
d. menjual atau memperdagangkan.
E. mengekspor, mengimpor dan
Sementara itu, Pasal 7 Undang-undang nomor 29 Tahun 2000 tenetang Varietas tanaman, varietas local milik masyarakat dikuasai oleh negara. Varietas Lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temjurun oleh petani serta menjadi milik masyarakat .
Pemulian yang menghasilkan varietas berhak untuk mendpatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh varietas tersebut.
a. melakasanakn hak PVT-nya di Indonesia.
b. membayar biaya tahunan PVT.
c. menyediakan dan menunjukkan contoh benih varietas yang telah mendapatkan hak PVT di Indonesia.
Dengan demikian, sesuatu yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak perlindungan varietas tanaman, apabila:
a. penggunaan sebagai hasil panen dari varietas yang dilindungi sepanjang tidak untuk tujuan komersial.
b. penggunaan varietas yang dilindungi untuk kegiatan penelitian, permuliaan tanaman, dan perakitan varietas baru.
c. penggunaan oleh pemerintah atas varietas yang dilindungi dalam rangka kebijakan pegadaan pangan dan obat-obatan dengan memperhatikan hak-hak ekonomi dari pemegang hak pVT.
Setiap permohonan hak PVT hanya dapat diajukan untuk satu varietas dapat diajukan oleh:
a. pemulia.
b. orang atau badan hokum yang mempekerjakan pemulia tau yang memesan varietas dan pemulia.
c. ahli waris atau konsultan PVT .
Peralihan Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Dalam pasal 40 undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang varietas tanamn, hak PVT dpt beralih , karena.
a) Pewarisan
b) Hibah
c) Wasiat
d) Perjanjian dalam bentuk akta notaries
e) Sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

Setiap peralihan hak PVT wajib di catat pada kantor PVT. Sertifikat hak pvt yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan.

Lisensi

Pemegang hak PVT berhak member lisensi kepada orang atau badan hokum lain berdasarkan surat perjanjian lisensi, kecuali diperjanjian lain maka pemegang hak PVT tetap boleh melaksanakan sendiri. Setiap orang atau badan hokum dapat mengajukan permintaan lisensi wajib kepada pengadilan negeri untuk menggunakkan hak PVT yang bersangkutan.
Sementara itu, permohonan lisensi wajib hanya dapat dilakukan, dengan alasan.
a. hak pvt tidak menggunakan bahasa Indonesia.
b. hak PVT PVT tidak digunakan dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.
Dengan demikian, lisensi wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan suatu hak PVT yang diberikan oleh pengadilan negeri dan bersifat terbuka.

Namun lisensi wajib berakhir, karena :

a. selesainya jangka waktu yang diterapkan dalam pemberiannya.
b. dibatalkan atau dalam hal pemegang lisensi wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya kepada kentor pvt sebelum jangka waktu berakhir.

Berakhirnya Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Dalam pasal 56 Undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang varietas tanaman, disebutkan hak pvt beraikhir karena :
a. beraikghirnya jangka waktu
b. pembatalan, dan
c. pencabutan




Rahasia Dagang
Pengertian
Pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang.
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan bisnis yang mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaanya oleh pemilik rahasia dagang, sedangkanpengertian rahasia dagang menurut uniform trade secret act (UTSA),rahasia dagang didefinisikan sebagai informasi termasuk suatu rumus, pola2, kompilasi, program yang menghasilkan nilai ekonomi secara mandiri,nyata, potensial.

Ruang Lingkup Rahasia Dagang
Perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi pengolahan penjualan .
Rahasia dagang akan mendapat perlindungan , apabila :
a. Informasi diangap bersifat rahasia hanya diketahui oleh sepihak.
b. Informasi dianggap memilik nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalanakan kegiatan yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi.

Objek Rahasia Dagang
Didalam objek rahasia dagang yang dilindungi meliputi :
 Formula
 Metode pengolahan bahan-bahan kimia dan makanan
 Metode dalam menyelenggarakan usaha
 Daftar konsumen
 Tingakt kemampuan debitur mengembalikan kredit
 Perencanaan
 Rencana arsitektur
 Tabulasi data
 Informasi teknik manufaktur
 Rumus-rumus perancangan
 Rencana pemasaran
 Data pemasaran
 Rencana usaha

Objek yang Dilindungi
Objek yang dilindungi, meliputi :
a. semua informasi yang telah menjadi milik umum
b. informasi yang telah dipublikasikan di muka umum

Syarat Pengajuan Perlindungan sebagai HAKI
Syarat pengajuan perlindungan sebagai HAKI, meliputi :
a. prinsip perlindungan otomatis
b. perlindungan diberikan selama kerahasiaan terjaga dan tidak diumumkan.

Hak Pemilik Rahasia Dagang
Pasal 4 undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang, menyatakan bahwa pemilik dagang memiliki hak untuk :
a. Menggunakan sendiri dagang rahsia dagang hak monopoli untuk mrnggunakan sendri.
b. Memberikan lisensi atau melarang pihak la8in untuk menggunakan rahasia dagang.

Jangka Waktu Perlindungan
Rahasia dagang dilindungi selain tidak terbatas jangka waktunya, ukuranya adalah sampai denganinformasi menjadi milik public ( public domain ) .

Pengalihan Hak Rahasia Dagang
Dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang rahasia dagang, hak rahasia dagang dapat beralih atau dialihkan dengan cara
a. Pewarisan.
b. Hibah.
c. Wasiat.
d. Perjanjian tertulis.
e. Sebab – sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang – undangan.
Sementara itu, pengalihan hak rahasia dagang harus disertai dengan dokumen –dokumen yang menunjukan terjadinya pengalihan hak rahasia dagang itu sendiri tetap tidak diungkapkan.
Lisensi.
Berdasarkan Pasal 6 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, pemegang hak rahasia dagang berhak memeberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4, kecuali diperjanjian lain.

Penyelesain Sengketa.
Pemegang hak rahasia dagang atau penerimaan lisensi dapat menggugat siapapun yang disengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan melarang isi Pasal 4 Undang –Undang Nomor 30 Tahun 2000, apat diajukan kepada pengadilan negeri, berupa:
a. Gugatan ganti rugi dan
b. Penghentian semua perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4.
Pebuatan yang dianggap pelanggaran rahasia dagang apabila:
a. Tindakan pengungkapan rahasia dagang atau penggunaan rahasia dagang didasarkan pada kepentingan pertahanan, keamanan, kesehatan, atau keselamatan rakyat.
b. Tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dgaang milik orang lain yang dilakukan semata – mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.


Sanksi.
Setiap tindak pidana terhdap rahasia dagang merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana kurungan / penjara dan denda.
DESAIN INDUSTRI
Undang-undang No.31 tahun 2000 tentang desain industri . Desain industry adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi atau komposisi garis atau warna , atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk 3 dimensi atau 2 dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3 dimensi atau 2 dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas, atau kerajinan tangan.
Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri, sedangkan yang dimaksud dengan hak desain industri adalah hak eksekutif yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu dan melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut
Lingkup Desain Industri
Hak desain industry diberikan untuk desain industry yang baru. Desain industry dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan desain industry tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Hak desain industry tidak dapat diberikan apabila desain industry bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
Jangka Waktu
Jangka waktu perlindungan terhadap hak desain industry diberikan 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan tercatat dalam daftar umum desain industry dan diumumkan dalam berita resmi desain industry.
Subjek Desain Industri
Subjek desain industry adalah yang berhak memeperoleh hak desain industry, yakni pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, hak desain industry diberikan kepada mereka secara bersama kecuali jika dperjanjikan lain. Jika suatu desain industry dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak desain industry adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya desain industry itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak diperluas sampai ke luar hubungan dinas. Hal ini juga berlaku bagi desain industry yangdibuat orang lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
Jika suatu desain industry dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat desain industry itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak industry kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Pendaftaran Desain Industri
Setiap hak desain industry diberikan atas dasar permohonan kepada Direktorat jendral Desain Industri secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
Sementara itu, setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk
a. satu desain industri
b. beberapa desain industry yang merupakan satu kesatuan desain industry atau yang memiliki kelas yang sama.
Dalam hal ini, pihak yang untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain industry, kecuali jika terbukti sebaliknya. Dengan demikian, jika tidak terdapat keberatan terhadap permohonan maka Direktorat Jendral akan menerbitkan dan memberikan sertifikat desain industry dan berlaku terhitung sejak tanggal penerima sertifikat.
Pengalihan Hak Desain Industri
Hak desain industry dapat beralih atau dialihkan dengan pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan ( putusan pengadilan yang menyangkut kepailitan).
Sementara itu, segala bentik pengalihan hak desain industry wajib dicatat dalam daftar umum desain industry pada Direktorat Jendral dan diumumkan dalam berita resmi desain industry. Pengalihan desain industry yang tidak dicatatkan dalam daftar umum desain industry tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Namun pengalihan hak desain industry tidak menghilangkan hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya baik dalam sertifikat resmi desain industry maupun dalam daftar umum desain industry.
Lisensi
Dalam hal ini, pemegang hak desain industry berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan atas hak atas desain industry kecuali diperjajikan lain. Perjanjian lisensi wajib dicatat dan diumumkan dalam daftar umum desain industry pada Direktorat Jendral dan apabila tidak dicatat tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Pembatalan Pendaftaran Desain industry
Desain Industri terdaftar dapat dibatalkan oleh Direktorat Jendral atas permintaan yang diajukan oleh pemegang hak desain industry. Dalam hal ini, pembatalan hak desain industry tidak dapat dilakukan apabila penerima lisensi hak desain yang tercatat dalam daftar umum desain industry tidak memberikan persetujuan secara tertulis.


Penyelesaian Sengketa
Pemegang hak desain industry atau penerima lisensi dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa penyalahgunaan hak ke pengadilan niaga berupa :
a. gugatan ganti rugi, dan/ atau
b. Penghentian semua perbuatan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana di atas maka para pihak ketiga dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa.
Sanksi
Setiap tindak pidana terhadap desai industry merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana kurungan/penjara dan denda.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, sebagian atau seluruhnya saling berkaitan, serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. Sementara itu, desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurang satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.
Dalam hal ini, hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan untuk desain tata letak sirkuit terpadu yang orisinal, yakni merupakan hasil karya mandiri pendesain. Pada saat desain tata letak sirkuit terpadu dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain.
Hak desain tata letak sirkuit terpadu adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanak sendiri atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Sementara itu, hak desain tata letak sirkuit terpaduyang tidak dapat diberikan jika desain tata letak sirkuit terpadu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kegiatan umum, agam, atau kesusilaan.
Jangka Waktu
Perlindungan terhadap hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan selama 10 tahun sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimanapun atau sejak tanggal penerimaan.

Subjek Tata Letak Desain Terpadu
Dalam Pasal 5 undang-undang No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang berhak memperoleh hak desain tata letak sirkuit terpadu adalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain.
Pendesain adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain tata letak sirkuit terpadu. Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama-sama hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika dperjanjikan lain.
Dalam Pasal 8 Undang-Undang No.32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, pemegang hak memiliki hak eksklusif untu melaksanakan hak desain tata letak sirkuit terpadu yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan atau mengedarkan barang yang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain yang telah diberi hak desain tata letak sirkuit terpadu kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak desain tata letak sirkuit terpadu.
Hak desain tata letak sirkuit diberikan atas dasra permohonan ke Direktorat Jendral. Setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu desain tata letak sirkuit terpadu.
Pengalihan Hak
Dalam Pasal 23 Undang-undang No.32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan cara :
a. pewarisan,
b. hibah,
c. wasiat,
d. perjanjian tertulis, atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan ( putusan pengadilan yang menyangkut kepailitan).
Dengan demikian, segala bentik pengalihan hak desain tata letak sirkuit terpadu wajib dicatat dalam daftar umum pada Direktorat Jendral dan diumumkan dalam berita resmi desain tata letak sirkuit terpadu. Pengalihan desain tata letak sirkuit terpadu yang tidak dicatatkan dalam daftar umum tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
Namun pengalihan hak desain tata letak sirkuit terpadu tidak menghilangkan hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya baik dalam sertifikat, berita resmi, maupun dalam daftar umum desain tata letak desain terpadu.

Lisensi
Pemegang hak desain tata letak sirkiuit terpadu berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan dalam pasal 8 Undang-undang Tata Letak sirkuit terpadu. kecuali diperjajikan lain. Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam daftar umum dan diumumkan dalam berita resmi desain tata letak sirkuit terpadu. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Penyelesaian Sengketa
Pemegang hak desain tata letak sirkiut terpadu menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan dalam pasal 8 Undang-Undang No.32 tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu yang diajukan ke pengadilan niaga berupa gugatan ganti rugi, dan/ atau Penghentian semua perbuatan sebagaimana diatur dalam pasal 8
Selain penyelesaian gugatan sebagaimana di atas maka para pihak ketiga dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa.
Sanksi
Setiap tindak pidana terhadap desain industry merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana kurungan/penjara dan denda.