Senin, 31 Oktober 2011

Etika Bisnis Dalam Hukum Positif Kasus Impor garam

Nama Kelompok :
1. Asmoro Djati 20208202

2. Desi Saras Wati 20208331

3. Lailly Kamalia R 20208723

KELAS : 4EB08


Latar Belakang

Beberapa bulan lalu kegiatan impor garam yang dilakukan oleh pemerintah mendapat banyak kecaman baik dari DPR, LSM, maupun dari para petani garam lokal, impor tersebut diniliai tidak tepat Karena akan menimbulkan dampak yang besar pada perekonomian sektor riil, dampak tersebut antara lain, pengeluaran anggaran yang tidak tepat waktu sehingga dinilai \sebagai pemborosan, menurunkan harga garam lokal dan dapat menurunkan produktifitas petani garam lokal. Oleh Karena itu, pemerintah dituntut melakukan kebijakan ekonomi berupa pembatasan impor garam, proteksi terhadap petani garam lokal, dan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang pembatasan impor garam.

Kebijakan impor tersebut juga membuat petani garam lokal kecewa dan marah. Karena seharusnya pemerintah mendukung kegiatan panen garam nasional agar, produktifitas dan ketersediaan garam di dalam negeri mencukupi, bukannya melakukan impor garam yang akhirnya membebani petani garam lokal. Hal itu juga memicu demonstrasi di beberapa kota penghasil garam yang menuntut normalisasi harga garam lokal.

Pengertian Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).

KASUS

LSM Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menegaskan bahwa keputusan pemerintah untuk menghentikan impor garam harus dikawal ketat

Halim juga berpendapat, keputusan pemerintah menghentikan impor garam seharusnya sudah bisa diambil sejak lama karena beredarnya garam impor selama ini telah berimplikasi negatif terhadap hasil panen raya petani dan mematikan sentra produksi garam nasional.

Untuk itu, lanjutnya, keputusan tersebut harus diikuti dengan upaya-upaya perbaikan yang berkelanjutan di level domestik yang selama ini dinilai masih terjadi ketidakharmonisan antarkementerian.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, komoditas garam untuk konsumsi sudah tidak boleh diimpor lagi dan saat ini sudah tidak terdapat lagi perseteruan antar kementerian.

Menurut Fadel, pada saat ini sudah terdapat kesepakatan untuk tidak lagi melakukan impor garam dan sudah tidak ada lagi kekisruhan antarkementerian terkait dengan permasalahan garam impor.

Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah tetap bertekad melakukan swasembada garam serta akan membantu pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meningkatkan produksi garam di Tanah Air.

Terkait dengan garam impor yang sedang disegel yang melanggar ketentuan importasi, Hatta mengemukakan, pilihan untuk melakukan reekspor atau memusnahkan komoditas tersebut diserahkan kepada pihak importir, sedangkan yang mengeksekusi adalah Bea Cukai.

Perseteruan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang makin pelik dalam kasus impor garam disesalkan kalangan pengamat kelautan. Pemerintah memang seharusnya tidak lagi mengimpor garam, terutama asal India.
Memang kompleks perseteruan kedua belah pihak itu. Di satu sisi Kemendag terus melakukan impor garam, di sisi lain KKP tidak optimal untuk meningkatkan produksi garam dalam negeri.
Banyak hal yang menyebabkan Indonesia masih mengalami ketergantungan impor garam. Salah satunya karena pertumbuhan suplai dan demand yang masih berada dalam rasio 1:3. Selain itu, tidak semua wilayah di Indonesia mampu dijadikan tempat pengelolaan garam, mengingat kondisinya yang kurang memenuhi syarat.

Adapun kebutuhan garam nasional sekira tiga juta ton, membuat Indonesia harus mengimpor garam 1,8 juta ton per tahun. Volume impor itu terus bertambah seiring meningkatnya kebutuhan dalam negeri untuk keperluan industri dan konsumsi rumah tangga rata-rata dua persen per tahun.
Masalah impor garam ini pun memicu perselisihan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Akibat masuknya impor garam tersebut, KKP melakukan penyegelan terhadap garam impor India yang masuk ke pelabuhan Bali. Sebelumnya pihak KKP pernah melakukan hal serupa terhadap 11.800 ton garam impor yang masuk ke pelabuhan Banten milik PT Sumatraco Langgeng Makmur dan 29.050 ton garam yang masuk ke pelabuhan Belawan di Medan.

Sementara itu, Kemendag justru mengklaim, produksi garam nasional berada di bawah rata-rata kebutuhan nasional, sehingga impor garam menjadi suatu keharusan untuk menjaga ketersediaan pasokan bagi masyarakat.

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Fadel Muhammad geram dengan masuknya garam impor tersebut dan sempat bertekad akan membakar pasokan impor garam yang saat ini disegel oleh pihaknya. Hal ini dikarenakan keberadaan impor garam selama ini begitu meresahkan garam petani.

Protes soal garam impor tak hanya datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Fadel Muhammad, Menteri Perindustrian MS Hidayat pun menginstruksikan kepada pelaku industri untuk membeli garam petani guna melindungi para petani dari serbuan garam impor. Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011.

Hidayat menegaskan, apabila hal itu tidak dilakukan, maka pihaknya akan meminta Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi kinerja sekalligus mencabut izin impor pelaku industri. Dalam SK tersebut menyebutkan, harga garam kualitas pertama sebesar Rp750 per kilogram (kg) dan kualitas kedua Rp500 per kg. Saat ini, harga garam di tingkat petani terus merosot hingga Rp 400 per kg. Hal itu disinyalir terjadi karena masuknya garam impor.Namun hingga pertengahan bulan agustus 2011, impor garam makin merajalela yang menyebabkan terpuruknya petani garam baik secara ekonomi maupun mental.

Sumber : Data diolah dari kantor berita ANTARA

SOLUSI

Pada kasus impor garam tersebut, solusi yang dimungkinkan antara lain :

1. Dibutuhkannya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai periode impor garam.

2. Harus ada perlindungan atau proteksi yang diberikan oleh pemerintah kepada petani garam domestik agar kegiatan usaha mereka dapat tetap berlangsung dan terjamin harga jualnya di pasaran domestik.

3. Pemerintah harus dapat mengelola panen raya garam di dalam negeri dengan sebaik mungkin agar mencukupi persediaan garam di dalam negeri.

4. Departemen Kelautan dan Perikanan harus berkoordinasi secara baik dengan berbagai pihak yang terkait demi kelancaran kegiatan panen raya garam.

5. Persaingan dalam perdagangan garam di dalam negeri harus mengutamakan etika bisnis supaya tidak terjadi persaingan yang tidak sehat akibat hilangnya pasar para petani garam domestik.

UNDANG-UNDANG

A. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Kebijakan pembatasan impor bertujuan untuk menjaga kestabilan harga garam produksi dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan petani.

B. SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011 menginstruksikan kepada pelaku industri untuk membeli garam petani guna melindungi para petani dari serbuan garam impor.

C. Surat Kementerian Perdagangan terkait dengan pengaturan importasi garam melalui surat Nomor: B.480/MEN-KP/VIII/2011.

D. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 20/M-DAG/PER/9/2005 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM.

Kesimpulan

Menurut kelompok kami, kesimpulan yang dapat diambil adalah :

1. Petani garam lokal membutuhkan perlindungan berupa payung hukum positif ( UU, PP, dll. ) dari pemerintah dalam menjalankan usahanya agar tidak tertindas oleh pengusaha garam impor.

2. Etika bisnis dalam berdagang perlu diwujudkan secara nyata dalam perdagangan garam di dalam negeri antara pengusaha garam lokal dan pengusaha garam impor.

3. Koordinasi antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan pihak lain yang terkait harus terjalin dengan baik agar produksi garam dalam negeri dapat maksimal.


1 komentar: